Merokettinggi.com – Mengungkap Rahasia Parasite Eve
Saya masih ingat pertama kali dengar nama Parasite Eve. Bukan dari majalah game, bukan juga dari review YouTube, tapi dari teman SMA yang cerita sambil setengah berbisik, katanya game ini ada hubungannya sama teori biologi, mitokondria, bahkan eksperimen aneh. Awalnya saya pikir itu cuma omong kosong. Tapi begitu saya coba main Parasite Eve di PlayStation jadul, semua berubah. Dari gameplay survival horror, suasana kota New York yang mencekam, sampai jalan cerita yang diangkat dari novel Jepang, rasanya kayak gabungan Resident Evil dan Final Fantasy.
Lucunya, saya sempat bingung. Game ini kok bisa ya bikin orang sampai takut tidur? Padahal kalau dilihat grafiknya sekarang jelas kaku. Tapi atmosfer, musik, dan cerita tentang eksperimen sains bikin bulu kuduk berdiri. Waktu itu saya benar-benar merasa kecil di hadapan game. Ada perasaan “wah, ini bukan sekadar hiburan, ini kayak baca jurnal ilmiah yang dipaksa jadi mimpi buruk”.
Dan yang bikin saya makin lega (dan jujur, agak bersyukur) adalah ketika tahu Parasite Eve ini memang diangkat dari novel. Jadi bukan asal bikin serem. Ada dasar ceritanya. Tapi ya, tetep aja… hati saya sempat campur aduk. Takut, penasaran, tapi nggak bisa berhenti. Kayak makan sambel—pedes, perih, tapi nagih.
Sejarah Parasite Eve dan Novel Jepang
Game ini sebenarnya bukan lahir begitu saja. Parasite Eve awalnya adalah novel Jepang karya Hideaki Sena yang terbit tahun 1995. Novel ini mengangkat teori mitokondria yang “memberontak” dan ingin mengambil alih tubuh manusia. SquareSoft (sekarang Square Enix) lalu mengadaptasi kisah itu menjadi video game RPG-horror yang rilis di PlayStation pada 1998.
Kenapa Parasite Eve Disebut Survival Horror Ilmiah
Kalau Resident Evil lebih menonjolkan zombie dan senjata, Parasite Eve mengusung sisi ilmiah: eksperimen tubuh, DNA, dan teori evolusi mitokondria. Itulah kenapa banyak gamer menyebutnya “survival horror ilmiah”.
Gameplay yang Beda dari RPG Biasa
Sistem pertarungan Parasite Eve semi real-time, bukan turn-based kaku. Kita bisa bergerak saat menunggu ATB (Active Time Bar) penuh. Mirip RPG, tapi tetap tegang kayak game horror. Inilah ciri khas yang bikin Parasite Eve beda dan dikenang.
Misteri dan Teori yang Masih Jadi Bahan Perdebatan
Sampai sekarang, banyak teori soal Parasite Eve yang masih bikin orang debat. Apakah benar mitokondria bisa “berontak”? Apakah ada eksperimen beneran yang menginspirasi? Di forum Reddit, X (Twitter), sampai TikTok, gamer sering bahas teori liar ini.
Kenapa Parasite Eve Masih Dibicarakan di 2025
Parasite Eve bisa dibilang game cult classic. Walau nggak semua orang main, yang tahu pasti nggak bakal lupa. Ada beberapa alasan:
-
Ceritanya unik dan bikin mikir
-
Kombinasi horror dan RPG yang jarang
-
Musik legendaris karya Yoko Shimomura
-
Karakter Aya Brea yang jadi ikon gamer 90-an
Parasite Eve di Era Media Sosial
Kalau scroll di TikTok atau IG, banyak orang bikin konten nostalgia Parasite Eve. Ada yang review ulang, ada yang bikin teori konspirasi, ada juga yang curhat betapa game ini bikin trauma masa kecil. Bahkan di X (Twitter), Parasite Eve masih sering masuk thread “game underrated”.
Kesimpulan
Mengungkap rahasia Parasite Eve bukan sekadar bahas game lama. Ini juga tentang bagaimana sebuah karya bisa meninggalkan jejak emosional mendalam. Saya pribadi, meski kadang masih merinding kalau ingat musik pembuka gamenya, tetap bersyukur pernah main. Karena tanpa sadar, game ini bukan cuma hiburan—tapi juga bikin kita mikir soal sains, manusia, dan rasa takut itu sendiri.
