Merokettinggi.com – Aku masih inget banget pertama kali nyobain Winlator di HP jadul punya adik sepupu. Katanya, ini software lagi fenomenal di kalangan bocah, meski FPS 10 sering banget bikin gamenya patah-patah. Tapi anehnya, tetap aja mereka bangga pamerin. Aku sempet bingung, kenapa ya? Bukannya kalau main game di PC atau emulator lain lebih lancar? Tapi ternyata cerita di balik fenomena ini jauh lebih dalam.
Sumpah, waktu itu aku coba jalankan game lawas pake Winlator. Hasilnya? Ya… FPS mentok di 10. Rasanya kayak nonton film slow motion yang dipaksain jalan. Aku sempet kesel, takut salah setting, atau jangan-jangan HP-ku memang sudah tua renta. Tapi setelah aku tanya bocah-bocah yang nongkrong di warnet sebelah, mereka bilang: “Santai aja, bang, yang penting bisa jalan. Winlator tuh kebanggaan, bukan sekadar emulator.” Jadi aku pun agak lega, meski masih ada rasa heran campur kagum.
Kalau dipikir-pikir, fenomena Winlator fenomenal di kalangan bocah ini kayak orang makan mi instan tanpa bumbu tapi tetap bilang enak. Kenapa? Karena ada rasa kepuasan tersendiri. Bisa main game PC di Android meski dengan FPS rendah tetap jadi prestasi, semacam pencapaian yang layak dibanggakan. Bahkan beberapa bocah bilang kalau mereka rela tahan lag asal bisa pamer ke temen.
Apa Itu Winlator Sebenarnya?
Winlator adalah aplikasi open source yang memungkinkan pengguna Android menjalankan game PC berbasis Windows. Di kalangan gamer muda, aplikasi ini sering diagung-agungkan karena memberi rasa bangga, meski performanya sering terbatas.
Kenapa FPS 10 Masih Dibela?
Beberapa alasan kenapa bocah tetap setia dengan Winlator walau FPS rendah:
-
Bisa main game PC di HP tanpa beli laptop gaming.
-
Ada sensasi “hacker” alias bisa jalankan sesuatu yang dianggap mustahil.
-
Komunitasnya ramai, jadi ada kebanggaan ikut tren.
-
Gratis, jadi tidak perlu modal besar.
Fenomena Komunitas Bocah dan Emulator
Komunitas bocah gamer justru menjadikan FPS rendah sebagai bahan lelucon sekaligus identitas. Mereka merasa “beda” dibanding gamer lain yang main di perangkat mahal.
Konflik Batin Seorang Pemula
Aku sendiri awalnya sempat minder. “Masa iya aku main game 10 FPS dan bangga?” Tapi setelah ikut nongkrong bareng mereka, aku sadar bahwa yang dicari bukan cuma kualitas grafis. Ada rasa kebersamaan, ada cerita untuk ditertawakan bareng. Di situlah letak kekuatan Winlator.
Masa Depan Winlator di Indonesia
Dengan komunitas yang terus berkembang, Winlator berpotensi jadi lebih baik. Pengembangnya rutin update, dan siapa tahu beberapa tahun lagi FPS bisa stabil di 30 atau 60. Tapi buat bocah-bocah sekarang, 10 FPS pun sudah cukup untuk bikin cerita.












